Mengapa Program Perhutanan Sosial dan TORA Menurut Walhi Gagal?

Walhi mengungkapkan kegagalan program perhutanan sosial dan TORA dalam mencapai target yang diharapkan.

Jakarta - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) baru-baru ini mengeluarkan pernyataan yang cukup mengejutkan mengenai program perhutanan sosial dan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA). Menurut mereka, kedua program ini mengalami kegagalan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Walhi mengkritik klaim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang menyatakan bahwa capaian perhutanan sosial hingga Agustus 2024 mencapai 8 juta hektare, yang dinilai masih jauh dari target 12,7 juta hektare selama dua periode pemerintahan Jokowi.

Uli Arta Siagian, Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Walhi, menyoroti bahwa KLHK tidak memberikan penjelasan yang memadai mengenai siapa sebenarnya yang menjadi sasaran dari program perhutanan sosial ini. Banyak laporan menunjukkan bahwa penerima manfaat justru adalah perusahaan-perusahaan yang membentuk kelompok tani fiktif, bukan masyarakat yang benar-benar membutuhkan lahan.

Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, sebelumnya menyatakan bahwa luas kawasan hutan yang dikelola oleh masyarakat secara berkelanjutan meningkat. Namun, Uli menanggapi bahwa data tersebut tidak mencerminkan realitas di lapangan. Menurutnya, pelepasan kawasan hutan untuk TORA hanya mencapai 9 persen, yang menunjukkan ketidakseriusan pemerintah dalam mengakui hak masyarakat atas lahan yang telah mereka kelola.

Lebih lanjut, Uli juga mengungkapkan bahwa pengakuan terhadap hutan adat sangat memprihatinkan. Selama 10 tahun pemerintahan Jokowi, hanya 1 persen dari potensi hutan adat yang diakui, yaitu sekitar 300 ribu hektare dari total 22 juta hektare. Hal ini menunjukkan bahwa proporsi pengalokasian hutan masih lebih besar untuk kepentingan korporasi dibandingkan masyarakat lokal.

Dengan kondisi ini, Walhi menekankan pentingnya evaluasi dan perbaikan dalam pengelolaan sumber daya alam agar tujuan perlindungan lingkungan dan keberlanjutan dapat tercapai. Kegagalan program ini menjadi sinyal bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh pemerintah untuk memastikan hak masyarakat atas sumber daya alam mereka diakui dan dilindungi.


You Might Also Like