Gus Baha menjelaskan pentingnya demonstrasi dalam Islam sebagai suara umat. Simak penjelasannya di sini.
Jakarta - Masyarakat Indonesia baru-baru ini berbondong-bondong turun ke jalan untuk melakukan demonstrasi sebagai respons terhadap seruan 'Peringatan Darurat'. Aksi ini dipicu oleh protes atas polemik revisi UU Pilkada di parlemen, yang kemudian dikecam sebagai tindakan inkonstitusional terhadap putusan Mahkamah Konstitusi.
Dalam konteks ini, penting untuk memahami bahwa Indonesia adalah negara yang menganut sistem demokrasi, di mana salah satu produk dari sistem tersebut adalah legalitas demonstrasi. Namun, tindakan demonstrasi ini juga menuai beragam pendapat di kalangan ulama. Ada yang menyatakan haram, ada yang halal, dan sebagainya.
Jadi, bagaimana sebenarnya hukum demonstrasi dalam Islam? Mari kita simak penjelasan dari Gus Baha.
Hukum Demonstrasi dalam Islam Menurut Gus Baha
Gus Baha menjelaskan bahwa demonstrasi memiliki makna pokok berupa memperlihatkan. Dalam Islam, hukum demonstrasi itu sangat fleksibel; bisa saja diperbolehkan atau berujung pada keharaman. "Demonstrasi itu kan makna pokoknya itu memperlihatkan. Sehingga dalam Islam itu fleksibel. Asal tidak merugikan orang lain, tidak anarkis, dan tidak madharat bagi kelompok lain, tentu boleh," jelas Gus Baha.
Kiai asli Kragan Rembang, Jawa Tengah ini melanjutkan bahwa dalam negara demokrasi, warga negara sebaiknya menyuarakan aspirasinya. Jika tidak menyampaikan aspirasinya, itu malah bisa berujung pada kesalahan dalam bernegara. "Bahkan kalau kita tidak menyuarakan, tentunya dengan cara-cara yang Islami, itu kita malah disalahkan, karena berarti kita tidak ikut bertanggung jawab terhadap proses bernegara. Tapi harus disuarakan secara konstitusional dan secara baik," tukasnya.
Kontrol atas Segala Jenis Kekuatan
Mengutip surah Al-Baqarah ayat 251, Gus Baha menyatakan bahwa segala jenis kekuatan itu hendaknya ada yang mengontrolnya, dan bentuknya bisa bermacam-macam. "Karena di Al-Qur'an ada ayat 'wa laula daf'ullahin naasa ba'dlohum biba'dlin lafasadatil ardl (QS. Al-Baqarah: 251)'. Jadi kekuatan apapun itu harus dikontrol. Tentu kontrol itu macam-macam. Tapi saya ulangi lagi, jangan anarkis, jangan melakukan sesuatu yang kontra produktif," tegasnya.
Mengenai perbedaan pendapat tentang hukum melakukan demonstrasi, kiai yang juga Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini mengatakan bahwa perbedaan itu sudah biasa dalam fiqih. "Kalau demo yang diharamkan oleh sebagian ulama itu adalah demo yang anarkis, sedangkan yang diperbolehkan itu maknanya yang tertib. Itu biasa di hukum fiqih," ungkapnya. "Artinya, kalau demonstrasi itu dengan makna mengutarakan pendapat, dengan cara yang dijamin konstitusi, itu kan normal-normal saja dan tidak ada masalah. Jadi saya rasa seperti itu," pungkasnya.