Perjalanan Ustad Das’ad Latif: Dari Penolakan Ayah Hingga Menjadi Dai Terkenal

Kisah inspiratif Ustad Das’ad Latif yang berjuang melawan penolakan untuk mencapai kesuksesan sebagai dai.

Jakarta - Ustadz Das'ad Latif adalah sosok dai kondang yang berasal dari Sulawesi Selatan, dikenal dengan gaya ceramahnya yang ringan dan mudah dipahami oleh berbagai kalangan. Selain menjadi pendakwah, ia juga mengemban tugas sebagai dosen di Universitas Hasanuddin Makassar.

Perjalanan hidup Ustadz Das’ad menuju kesuksesan tidaklah mudah. Banyak yang tidak mengetahui betapa beratnya perjuangan yang harus dilalui untuk mencapai statusnya saat ini sebagai pendakwah yang diakui di seluruh Indonesia.

Dalam YouTube Das'ad Latif, ia menceritakan kisah haru saat mencari ilmu, sebuah perjuangan yang tidak semua orang mampu untuk melewatinya. Sejak lulus sekolah dasar, Ustadz Das’ad bercita-cita melanjutkan pendidikan di salah satu pesantren besar di daerahnya. Namun, ketika ia mengutarakan keinginannya kepada ayahnya, sang ayah menolak karena biaya masuk pesantren yang lebih tinggi dibandingkan sekolah umum.

Akibat penolakan tersebut, Ustadz Das’ad melanjutkan pendidikan di SMP yang lebih dekat dengan rumah. Setelah menyelesaikan SMP, ia berusaha melupakan impiannya dan melanjutkan ke SMA di Makassar. Namun, cita-citanya untuk kuliah di Universitas Hasanuddin (Unhas) tetap ada di benaknya.

“Tamat SMA saya (ingin) kuliah di Unhas. (Tapi) tamat SMA ayah saya tidak mau kalau saya sekolah umum. Saya lulus di Sosial Politik (Sospol). Bapak saya bilang, ‘Apa itu sosial politik? Sekolah tukang tipu,’” ungkap Ustadz Das’ad sambil menahan air mata.

Ayahnya lebih menginginkan agar Ustadz Das’ad mengambil jurusan Islam. Akhirnya, ia mendaftar ke IAIN Alaudin (sekarang UIN Alaudin) dengan niat mengambil jurusan pendidikan agama. Namun, takdir berkata lain. Saat mendaftar, ia secara tidak sengaja memilih peradilan agama, yang ternyata berbeda jauh dari pendidikan agama.

Ustadz Das’ad pun menjalani kuliah di dua universitas sekaligus, Unhas dan IAIN, tanpa sepengetahuan orang tuanya. “Saya rahasiakan kalau saya kuliah rangkap, tapi ketahuan juga. Marah bapak saya. (Kata ayahnya), mana bisa kau sekolah dua?” kenangnya.

Di Unhas, ia berhasil menyelesaikan kuliah dalam waktu 3 tahun 8 bulan dan menjadi wisudawan terbaik. Namun, di IAIN, ia harus berjuang selama 7 tahun dengan IP 2,1. “Dosen saya waktu itu, pembimbing saya namanya Ibu Nur Huda Nur. Dia bilang, capek sudah aku melihat mukamu. Tujuh tahun kuliah,” kenangnya.

Ustadz Das’ad hampir di-DO (drop out) dari IAIN, tetapi berkat ketekunan dan dukungan dari dekan, ia diberikan kesempatan untuk menyelesaikan sisa mata kuliah yang tertinggal. “Alhamdulillah selesai juga. Selesai S2 ambil lagi S3, diangkat jadi dosen, Alhamdulillah dengan izin Allah tanpa sekolah di pesantren bisa menjadi penceramah,” ujarnya.

Ustadz Das'ad juga memberikan pesan kepada para santri di pesantren agar selalu bersyukur kepada Allah dan memanfaatkan kesempatan yang ada untuk meraih cita-cita yang mulia di hadapan-Nya. “Setiap saya melihat adik-adik sekolah di pondok, saya terharu, kalian harus bersyukur, tidak semua orang diberi nikmat oleh Allah seperti kalian,” ujarnya.


You Might Also Like