Gus Baha Mengungkap Tantangan Terberat Menjadi Kiai yang Mengharukan

Gus Baha berbagi pengalaman tentang tantangan berat yang dihadapinya sebagai Kiai, menggugah empati dan wawasan mendalam.

Cilacap - KH. Ahmad Bahauddin Nursalim, lebih dikenal sebagai Gus Baha, adalah sosok ulama zuhud yang mengasuh Ponpes Tahfidzul Qur’an LP3iA di Rembang, Jawa Tengah. Dalam sebuah ceramahnya, ia membagikan pengalaman yang sangat menyentuh mengenai tantangan terberat yang dihadapinya sebagai seorang Kiai.

Gus Baha mengungkapkan bahwa perasaan berat yang ia rasakan tidak bisa dihilangkan begitu saja. Bahkan, hingga saat ini, beban tersebut masih menghantui dirinya. Banyak orang mungkin berpikir bahwa menjadi Kiai yang terkenal seperti Gus Baha adalah hal yang mudah dan tanpa beban. Namun, kenyataannya jauh berbeda.

Dalam penjelasannya, Gus Baha menekankan bahwa ada banyak kesulitan yang harus dihadapi dalam menjalankan peran sebagai Kiai. Salah satu tantangan terbesar yang ia hadapi adalah saat menerima amplop dari keluarga yang sedang berduka. Ini adalah momen yang sangat emosional dan membuatnya merasa tidak nyaman.

Paling Berat Saat Dikasih Amplop Orang Meninggal

Gus Baha menjelaskan bahwa menerima amplop dari orang yang sedang berduka adalah hal yang paling berat baginya. “Saya paling berat hingga detik ini jadi Kiai kalau disalami tempel orang yang meninggal,” ungkapnya. Rasa berat ini muncul karena ia merasa tidak pada tempatnya jika orang yang sedang mengalami kesusahan justru memberikan amplop berisi uang.

“Logikanya, orang yang sedang kesusahan itu seharusnya kita beri amplop, bukan sebaliknya,” lanjutnya. Perasaan berdosa kepada anak yatim dan kepada Allah SWT menghantui Gus Baha setiap kali ia menerima amplop tersebut.

Bikin Bingung

Namun, menolak amplop tersebut juga tidaklah mudah. Gus Baha mengungkapkan bahwa jika ia menolak, orang yang memberi amplop sering kali merasa tersinggung. “Tidak diterima orang tersebut merasa tersinggung sekali kalau tidak saya terima,” tuturnya. Hal ini membuatnya berada dalam posisi yang sulit dan sering kali membingungkan.

“Keluarga si mati pasti bertanya-tanya: kenapa Gus Baha tidak bersedia menerima uang saya?” imbuhnya. Situasi ini membuat Gus Baha merasa terjebak dalam dilema moral yang sulit untuk dipecahkan.

Tidak Dibenarkan dalam Agama

Lebih lanjut, Gus Baha menegaskan bahwa menerima amplop atau makanan dari orang yang sedang berduka dalam perspektif agama Islam tidak bisa dibenarkan. Ia menjelaskan bahwa harta yang merupakan peninggalan si mayit sudah menjadi harta waris yang seharusnya tidak diterima oleh orang lain.

“Secara moral dan agama, itu tidak dibenarkan. Menurut semua hadis shohih, memberi makan pada waktu mengalami musibah kematian adalah hal yang salah,” paparnya. Ia menekankan bahwa harta waris adalah hak anak yatim dan bukan hak orang lain.

“Keluarga si mayat itu lebih terhormat jika tidak menerima uang salam tempel dan bersedia untuk tidak makan makanan yang diberikan,” pungkasnya. Dengan penjelasan ini, Gus Baha berharap agar masyarakat lebih memahami etika dalam menghadapi situasi berduka.


You Might Also Like