Kisah Tsauban: Sahabat yang Selalu Mengingat Rasulullah hingga Tak Bisa Makan

Kisah Tsauban, sahabat Rasulullah yang menunjukkan cinta sejatinya hingga sulit menikmati makanan.

Kisah Tsauban: Sahabat yang Selalu Mengingat Rasulullah hingga Tak Bisa Makan

Tsauban adalah salah satu sahabat Rasulullah yang sangat dikenal karena kecintaannya yang mendalam kepada Nabi Muhammad SAW. Dalam setiap langkah hidupnya, Tsauban selalu merindukan Rasulullah, dan rasa rindu ini terkadang membuatnya sulit untuk menikmati makanan. Bayangkan, ketika perasaan cinta dan rindu itu begitu kuat, makanan seolah menjadi hal yang tidak penting lagi.

Dalam perjalanan hidupnya, Tsauban menunjukkan betapa kuatnya ikatan emosional antara sahabat dan Nabi. Ia adalah contoh nyata dari pengabdian dan kesetiaan yang patut dicontoh oleh umat Muslim. Setiap kali ia memikirkan Rasulullah, rasa lapar seakan sirna, dan yang ada hanyalah kerinduan untuk bertemu kembali dengan sang Nabi.

Keberadaan Tsauban di Masjid

Ulama kharismatik, Ustadz Adi Hidayat (UAH), menjelaskan bahwa Tsauban adalah sosok yang sangat dekat dengan masjid. Ia dikenal sebagai orang yang selalu lekat dengan ibadah dan tidak mau terpisah dari masjid. Posisi favoritnya adalah di pojok kanan masjid, di mana ia merasa lebih khusyuk beribadah tanpa terganggu oleh orang lain.

“Setiap Nabi ke masjid, beliau sudah ada di pojok kanan,” ungkap UAH. Ini menunjukkan betapa seriusnya Tsauban dalam menjalankan ibadahnya dan bagaimana ia menciptakan momen-momen berharga saat bersama Rasulullah.

Kondisi Fisik Tsauban

Namun, meskipun Tsauban adalah seorang ahli ibadah, kondisi fisiknya tidak mencerminkan kesehatan yang baik. Tubuhnya terlihat kurus, seolah-olah ia jarang makan. UAH menjelaskan bahwa meskipun Tsauban tampak kurus, itu bukan berarti ia tidak mendapatkan makanan atau minuman yang cukup.

“Saya juga bukan tidak mampu berjihad,” kata Tsauban kepada Rasulullah, menegaskan bahwa meskipun ia terlihat kurus, ia tetap sehat dan siap untuk berjuang di jalan Allah.

Kerinduan yang Mendalam

Tsauban mengungkapkan kepada Nabi, “Saya sulit makan dan minum bukan karena tidak ada makanan, tetapi karena setiap siang saya selalu memikirkan Anda, ya Rasulullah. Ketika malam tiba, saya terus bertanya-tanya, apakah saya akan bertemu lagi dengan Anda?”

Perasaan ini menunjukkan betapa dalamnya cinta Tsauban kepada Rasulullah. Baginya, bertemu dengan Nabi adalah kenikmatan yang tiada tara. Ia merasa gelisah memikirkan kemungkinan berpisah dengan Rasulullah, baik di dunia maupun di akhirat.

Surah An-Nisa dan Tsauban

UAH juga menjelaskan bahwa perasaan gelisah Tsauban ini menjadi latar belakang turunnya Surah An-Nisa ayat 69. Dalam ayat tersebut, Allah menjanjikan bahwa siapa yang menaati-Nya dan Rasul-Nya, mereka akan dikumpulkan bersama orang-orang yang dianugerahi nikmat.

“Siapa yang menaati Allah dan Rasul, mereka itulah orang-orang yang akan dikumpulkan bersama para nabi, para pencinta kebenaran, dan orang-orang saleh,” bunyi ayat tersebut. Ini menjadi penghibur bagi Tsauban, yang sangat ingin bertemu dengan Rasulullah di surga.

Dengan demikian, kisah Tsauban bukan hanya sekadar cerita, tetapi juga pelajaran berharga tentang cinta dan pengabdian kepada Allah dan Rasul-Nya. Semoga kita semua dapat meneladani semangat dan kesetiaan Tsauban dalam mencintai Rasulullah.


You Might Also Like