Pelajari perbedaan antara nafkah istri dan uang belanja agar pengelolaan keuangan rumah tangga lebih baik.
Jakarta - Dalam kehidupan rumah tangga, suami memiliki kewajiban untuk menafkahi istri dan anak-anaknya. Hal ini sesuai dengan ajaran agama yang menekankan pentingnya dukungan finansial dalam keluarga. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 233:
وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا
Artinya: “Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara makruf”
Namun, sering kali kita mendengar bahwa nafkah yang wajib diberikan seorang suami kepada istrinya hanya sebatas uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, yang biasa kita sebut sebagai uang belanja. Padahal, ada perbedaan mendasar antara nafkah istri dan uang belanja yang perlu kita pahami.
Uang belanja merupakan dana yang dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, seperti makanan, pembayaran tagihan listrik dan air, serta biaya hidup lainnya. Sementara itu, nafkah istri adalah kewajiban suami yang lebih spesifik, yang mencakup dukungan finansial untuk istri, termasuk uang jajan. Memahami perbedaan ini sangat penting agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam pengelolaan keuangan rumah tangga.
Dalam QS. An-Nisa: 34, Allah subhanahu wa Taala berfirman: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” Ini menunjukkan bahwa suami memiliki tanggung jawab untuk menafkahi istri dan anak-anaknya.
Rasulullah Salallahu Alaihi wa Salam juga menekankan pentingnya memberikan nafkah kepada istri. Dalam hadis, beliau bersabda: “Dan mereka (para istri) mempunyai hak diberi rizki dan pakaian (nafkah) yang diwajibkan atas kamu sekalian (wahai para suami).” (HR. Muslim: 2137). Hadis ini menegaskan bahwa nafkah istri dan uang belanja adalah dua hal yang berbeda, namun keduanya sama-sama penting.
Islam mengajarkan agar para suami memberikan nafkah kepada istri sesuai dengan kemampuan mereka. Allah berfirman: “Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara maruf, Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah: 233). Ini menunjukkan bahwa nafkah harus diberikan dengan cara yang wajar dan tidak memberatkan.
Bagi para istri, penting untuk bersyukur atas rezeki yang diberikan suami. Sifat qanaah, atau merasa cukup, sangat dianjurkan dalam Islam. Rasulullah Salallahu Alaihi wa Salam pernah menasihati Hindun binti Itbah yang mengeluh tentang suaminya yang pelit, dengan mengatakan: “Ambil-lah nafkah yang cukup untukmu dan anak-anakmu dengan cara yang wajar.” (HR. Bukhori: 4945).
Oleh karena itu, bagi para suami, penting untuk menyisihkan dana untuk nafkah istri, di samping uang belanja. Para istri juga bisa mengingatkan suami tentang kewajiban nafkah ini, namun lakukanlah dengan cara yang baik dan penuh rasa syukur. Dengan saling memahami dan menghargai, insya Allah kehidupan keluarga akan lebih harmonis dan berkah.