Gus Baha dan Ning Winda menunjukkan kesederhanaan cinta mereka dengan naik bus ekonomi saat akad nikah.
Rembang - KH Ahmad Bahauddin Nursalim, atau lebih dikenal sebagai Gus Baha, adalah seorang ulama kharismatik dari Nahdlatul Ulama (NU) yang berasal dari Rembang, Jawa Tengah. Ia merupakan murid kesayangan KH Maimoen Zubair (Mbah Moen) dan dikenal dengan penampilannya yang sederhana, selalu mengenakan sarung, koko putih, dan songkok hitam, bahkan saat bertemu dengan pejabat.
Di balik kesederhanaan itu, terdapat kisah menarik saat Gus Baha akan menikahi Ning Winda, seorang wanita dari keluarga Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan, Jawa Timur. Setelah melamar Ning Winda, Gus Baha mengunjungi calon mertuanya untuk menjelaskan kehidupannya yang sederhana. Ia berusaha meyakinkan calon mertuanya agar mempertimbangkan kembali pernikahan tersebut, karena ia tidak ingin mengecewakan keluarga Ning Winda.
Namun, orang tua Ning Winda justru menyambut baik penjelasan Gus Baha dan menyatakan bahwa mereka tidak mempermasalahkan kesederhanaan yang dimiliki Gus Baha. Momen ini menunjukkan betapa tulusnya cinta Gus Baha dan Ning Winda.
Berangkat Menikah dengan Bus Umum
Hari pernikahan pun tiba. Berbeda dengan calon mempelai pria lainnya yang biasanya datang dengan rombongan dan hantaran, Gus Baha memilih untuk berangkat sendiri. Ia naik bus umum kelas ekonomi, sebuah pilihan yang mencerminkan sikapnya yang rendah hati. Gus Baha melakukan perjalanan dua kali, dari Pandangan menuju Surabaya, kemudian melanjutkan perjalanan ke Pasuruan untuk melangsungkan akad nikah.
Setelah menikah, Gus Baha dan Ning Winda memulai kehidupan baru di Yogyakarta, di mana mereka tinggal di rumah sewa dan beradaptasi dengan kehidupan baru mereka. Banyak santri yang merasa kehilangan sosok Gus Baha ketika ia hijrah ke Yogyakarta, sehingga mereka pun mengikuti Gus Baha untuk mengaji di sana.
Kembali ke Rembang
Gus Baha kembali ke Rembang pada tahun 2005 setelah ayahnya, KH Nursalim, sakit. Setelah ayahnya wafat, Gus Baha melanjutkan tongkat estafet kepengasuhan di LP3IA Narukan. Meskipun kembali ke kampung halaman, Gus Baha tetap meluangkan waktu untuk mengaji di Yogyakarta dan daerah lain setiap bulannya.
Kesederhanaan yang Menginspirasi
Gus Baha memilih untuk hidup sederhana bukan karena faktor ekonomi, tetapi sebagai hasil didikan ayahnya. Ia percaya bahwa kesederhanaan adalah karakter keluarga Qur'an yang harus dijaga. Dalam pandangannya, kesederhanaan adalah contoh yang baik bagi generasi sekarang.