Perusahaan Amerika Serikat semakin mengadopsi kecerdasan buatan (AI) untuk mengotomasi pekerjaan yang sebelumnya dilakukan oleh manusia. Temuan dari survei Duke University dan Federal Reserve Banks me...
Jakarta, - Perusahaan Amerika Serikat mulai mengadopsi kecerdasan buatan untuk melakukan otomasi pekerjaan yang sebelumnya dilakukan oleh manusia. Hal ini ditunjukkan dari survei yang dilakukan terhadap kepala keuangan perusahaan di Amerika Serikat.
Dari survei yang dilakukan Duke University dan Federal Reserve Banks di Atlanta dan Richmond, itu menunjukkan 61% perusahaan besar AS berencana menggunakan AI pada tahun depan untuk mengotomasi tugas-tugas yang sebelumnya dilakukan oleh karyawan. Tugas yang dimaksud mulai dari pembayaran kepada pemasok, pembuatan faktor, hingga pelaporan keuangan.
Selain itu juga tugas kreatif yang beberapa bisnis juga sebelumnya sudah mengandalkan ChatGPT dan chatbot AI lainnya. Termasuk menyusun postingan pekerjaan, menulis siaran pers, dan membangun kampanye pemasaran.
Dari temuan ini maka membuat banyak perusahaan yang beralih ke AI untuk memangkas biaya, meningkatkan keuntungan, dan membuat pekerja lebih produktif.
"Anda tidak dapat menjalankan perusahaan yang inovatif tanpa mempertimbangkan teknologi ini secara serius. Anda berisiko tertinggal," kata Profesor Keuangan Duke John Graham, yang juga menjabat sebagai Direktur Akademis survei itu, mengutip CNN International, Minggu (23/6/2024).
Dalam survei itu juga ditemukan hampir satu dari tiga atau 32% perusahaan besar maupun kecil berencana menggunakan Ai pada tahun depan untuk menyelesaikan tugas yang pernah dilakukan manusia.
Berikut Sederet Alasan Para Bos Keuangan Di AS Menggantikan Karyawan Dengan AI
1. Memangkas Pengeluaran
Beberapa perusahaan yang memiliki kekuatan finansial kini sudah bereksperimen dengan AI. Setidaknya hampir 60% dari seluruh perusahaan dan 84% perusahaan perusahaan besar yang disurvei telah mengandalkan perangkat lunak, termasuk teknologi AI untuk mengotomatiskan tugas sebelumnya.
Para bos itu menjelaskan alasannya mereka beralih ke AI karena untuk memangkas pengeluaran mereka untuk pekerja manusia.
Dari hasil survei itu juga menemukan perusahaan mereka menggunakan otomatisasi untuk meningkatkan kualitas produk (58% perusahaan), meningkatkan output (49%), mengurangi biaya tenaga kerja (47%) dan menggantikan pekerja (33%).
Namun namun menurut beberapa ahli tidak percaya AI akan menyebabkan hilangnya pekerjaan secara massal. Setidaknya dalam waktu dekat ini.
"Saya rasa tidak akan banyak kehilangan pekerjaan pada tahun ini," kata Graham.
Menurutnya dalam jangka pendek ini merupakan upaya untuk tidak mempekerjakan orang baru, bukan untuk memecat seseorang. Karena AI merupakan produk yang masih sangat baru.
2. AI Sebagai Co-Pilot
Menurut Graham nantinya banyak pekerja yang akan merasakan manfaat AI. Namun hal ini akan memberi banyak manusia lebih banyak waktu untuk memprioritaskan apa yang paling penting dan bermanfaat.
Investor Miliarder dan salah satu pendiri LinkedIn Reid Hoffman mengatakan AI kemungkinan bakal mengganggu beberapa pekerjaan, namun tidak dalam waktu dekat.
Menurut Reid AI menggantikan pekerjaan manusia membutuhkan waktu bertahun-tahun akan mendatang. Namun dalam waktu tiga hingga lima tahun ke depan pekerjaan akan memiliki yang namanya 'Agen Co-Pilot' yang membantu dalam segala hal.
"Mulai dari cara kita memasak makan malam, melakukan pekerjaan, menulis, dan sebagainya," katanya.
Hoffman, yang tahun lalu menulis buku berjudul Impromptu: Amplifying Our Humanity Through AI dengan bantuan ChatGPT-4, menekankan bahwa dalam beberapa tahun mendatang ia akan menjadi co-pilot, bukan pilot.
"Ini adalah transformasi pekerjaan. Pekerjaan manusia akan digantikan, namun akan digantikan oleh manusia lain yang menggunakan AI,"katanya.
"Ide keseluruhannya adalah menjadi manusia yang menggunakan AI, mempelajarinya, melakukannya, dan mewujudkannya," tambahnya.
3. AI dan Inflasi
Bos dan karyawan masih mengkhawatirkan biaya hidup dan tekanan inflasi. Terlihat dari survei inflasi merupakan kekhawatiran nomor dua pada tahun depan di kalangan pejabat keuangan AS, setelah suku bunga dan kebijakan moneter.
57% CFO memperkirakan harga produk akan meningkat tahun inin lebih cepat dari biasanya. Namun, terdapat perbedaan dalam perkiraan inflasi berdasarkan adopsi teknologi.
Survei tersebut menemukan bahwa perusahaan yang menerapkan otomatisasi selama 12 bulan terakhir memperkirakan kenaikan harga lebih lambat dibandingkan perusahaan yang tidak menerapkan otomatisasi.
Graham, profesor di Duke, mengatakan bahwa AI pada akhirnya dapat membantu meredam kenaikan harga, namun ia tidak optimis bahwa AI akan menjadi kekuatan utama dalam mengurangi inflasi saat ini.
4. Risiko Keamanan
Pesatnya adopsi AI di beberapa industri seperti keuangan telah menimbulkan kekhawatiran beberapa pihak.
Menteri Keuangan Janet Yellen memperingatkan dalam pidatonya awal bulan ini bahwa penggunaan AI oleh perusahaan keuangan menimbulkan "peluang besar dan risiko yang signifikan".
Sebuah laporan yang dikeluarkan minggu lalu oleh Senator Demokrat Gary Peters, ketua Komite Keamanan Dalam Negeri dan Urusan Pemerintah, menemukan bahwa peraturan yang ada "tidak cukup mengatasi" bagaimana dana lindung nilai sudah menggunakan AI.
Laporan tersebut memperingatkan bahwa "tidak ada peraturan atau persyaratan" yang mewajibkan "kapan dan apakah manusia harus terlibat dalam pengambilan keputusan, termasuk terkait dengan keputusan perdagangan,"
Graham, profesor di Duke, mengatakan akan bijaksana bagi perusahaan di semua industri untuk memiliki sistem manajemen risiko yang kuat dan redundansi saat mereka bereksperimen dengan AI.
"Ada adopsi AI yang cepat," katanya. "Saya harap ini dilakukan dengan hati-hati. Akan ada beberapa situasi di mana perusahaan mengalami situasi produk atau rantai pasokan yang memalukan karena mereka bergerak terlalu cepat."