Raffi Ahmad mengalami kesulitan finansial di Amerika sebagai seorang content creator
Banyak orang yang bermimpi menjadi pesohor media sosial seperti Raffi Ahmad hingga Mr Beast. Namun profesi itu sekarang tak begitu menguntungkan.
Laporan The Wall Street Journal menyebutkan industri tersebut mulai sesak dan banyak pesaingnya. Para platform media sosial juga tak seroyal dulu membagikan komisi pada para pembuat konten.
Salah satunya dirasakan pembuat konten Clint Brantley. Dia telah menekuni bidang itu selama tiga tahun dengan fokusnya pada game mobile Fortnite.
Selama itu, dia menggunakan platform Tiktok, Youtube serta Twitch. Brantley diketahui memiliki lebih dari 400 ribu followers di media sosial dan rata-rata penonton kontennya lebih dari 100 ribu.
Namun ini tak menjamin pendapatannya bakal tinggi. Dalam laporan itu, penghasilan Brantley tahun lalu lebih kecil dari rata-rata gaji tahunan pekerja full time AS sebesar US$ 59.084 atau Rp 950 jutaan.
Itu juga yang membuatnya masih tinggal dengan ibunya dan tak memilih hidup sendiri di apartemen. "Saya sangat rentan," ujarnya, dikutip dari The Wall Street Journal.
Nampaknya ini juga tidak hanya dirasakan oleh Brantley. Sebab The Wall Street Journal melaporkan keadaan makin sulit untuk mendapatkan penghasilan yang layak dan diandalkan sebagai content creator.
Sebelumnya kondisi jauh lebih baik dengan para platform memberikan insentif pada para pembuat konten. Misalnya, Tiktok sendiri memiliki program pendanaan mencapai US$1 miliar selama 2020-2023.
Youtube juga melakukan hal serupa melalui fitur Shorts dengan pendanaan US$100 hingga US$ 10 ribu per bulan. Reels dari Instagram memberikan penghargaan dengan jumlah yang fluktuatif.
Namun kebijakan itu diubah. Setidaknya untuk Tiktok harus memiliki 10 ribu pengikut dengan penonton minimum 100 ribu dalam sebulan.
Begitu juga dengan Instagram yang menguji coba program Invitation-only untuk pendanaan bagi kreator yang membagikan Reels dan foto. Youtube juga memperkenalkan program pembagian uang hanya untuk kreator dengan 1.000 subscriber dan 10 juta view dalam 90 hari, dengan pendapatan iklan 45%.
Semua jadi influencer
Sebutan influencer tak asing buat kita. Namun seiring berjalannya waktu, industri ini juga makin sesak.
Laporan Goldman Sachs pada 2023, ratusan juta orang mengunggah konten yang menghibur dan mengedukasi di media sosial. Sekitar 50 juta orang mengumpulkan uang dari para platform.
Pembuat konten juga akan terus bertumbuhan. Laporan yang sama mengatakan jumlahnya akan tumbuh 10%-20% pada 2028.
Penambahan itu juga akan berkontribusi pada penambahan jumlah pencari nafkah. Meski Departemen Tenaga Kerja AS tidak melacak gaji influencer.
Sayangnya semakin banyak jumlah influencer akan kian sedikit pendapatan yang didapatkan. Neoreach melaporkan 48% influencer mengumpulkan kurang dari US$15 ribu atau Rp 245 jutaan tahun lalu.
Hanya 14% yang bisa mendapatkan pendapatan tembus US$100 ribu atau Rp 1,6 miliar. Ketimpangan ini terkait beberapa faktor seperti kerja full time atau part time influencer, tipe konten yang dibagikan, serta durasi berkarir.
Analisis Emarketer Jasmine Enberg mengatakan influencer merupakan pekerjaan yang sangat sulit. Dia mengingatkan mereka yang hidup dari pekerjaan tersebut sudah melakukannya dalam waktu yang lama.