Operator seluler dihadapkan pada kerugian besar sebesar Rp 21,1 triliun karena adanya Starlink yang hanya membutuhkan biaya sebesar Rp 2 miliar. Starlink menjadi pesaing yang serius bagi operator selu...
Jakarta - Pengeluaran Starlink untuk bisa beroperasi di Indonesia ternyata jauh lebih kecil dibandingkan dengan para pemain lokal. Ini diungkapkan Pengamat Telekomunikasi dari STEI ITB, Agung Harsoyo.
Melalui Starlink, pemiliknya Elon Musk diketahui hanya berinvestasi Rp 30 miliar saja di Indonesia. Jumlah itu jauh lebih kecil dibanding raksasa teknologi yang berinvestasi di Indonesia seperti Apple dan Microsoft.
Begitu juga dengan yang dikeluarkan para operator seluler Indonesia. Mereka mengeluarkan banyak investasi dari penggelaran jaringan fiber optik, membangun menara telekomunikasi, hingga membuat pabrik perangkat telekomunikasi.
"Nilai investasi Starlink tersebut tak sebanding jika ada perusahaan telekomunikasi mati atau ada investor telekomunikasi kabur dari Indonesia. Menurut saya itu bukan prestasi yang patut dibanggakan," ujar Agung dikutip dari Detik.com, Jumat (21/6/2024).
Selain itu, Starlink hanya dibebankan biaya regulatory charges senilai maksimal Rp 2 miliar per tahun untuk satu unit satelit. Ini berdasarkan BHP izin stasiun radio (ISR) satelit yang didapatkan Starlink.
Sebagai catatan, layanan itu memberikan sinyal internet lebib dari 200 unit untuk Indonesia. Seharusnya, Agung mengatakan Starlink dikenakan biaya berdasarkan jumlah satelit yang digunakan untuk layanan di dalam negeri.
Dengan begitu, Agung menjelaskan perubahannya akan meningkatkan PNBP negara. Selain juga diharapkan bisa menciptakan iklim persaingan usaha.
Sebagai informasi, operator seluler mendapatkan BHP izin pita frekunesi radio (IPFR). Para perusahaan harus menanggung biaya Rp 21,1 triliun pada 2023 untuk negara.
"Jika nantinya mereka menyelenggarakan direct to cell, harusnya pemerintah dapat mengenakan Starlink dengan BHP IPFR layaknya operator seluler," ucap Agung.