Alibaba Terjerembab ke Jurang, Jack Ma Hanya Mengeluarkan Suara-suara yang Tidak Berguna

Alibaba mengalami penurunan laba bersih hingga 86% secara tahun-ke-tahun (yoy). Pendapatan perusahaan juga mengalami penurunan. Meski ada peningkatan di beberapa sektor, laba Alibaba masih merosot. Ja...

Jakarta, - Alibaba mengalami tahun yang berat. Pada laporan terbaru, laba bersihnya menurun hingga 86% secara tahun-ke-tahun (yoy).

Laba bersih tercatat 3,3 miliar yuan (Rp 7,3 triliun). Sementara pendapatan perusahaan tercatat 221,9 miliar yuan (Rp 492,4 triliun), dikutip dari CNBC Internasional, Rabu (15/5/2024).

Untuk unit bisnis e-commerce menunjukkan peningkatan yang tipis. Pendapatan divisi Taobao dan Tmall meningkat 4% dari tahun sebelumnya. Perusahaan mengantongi 93,2 miliar yuan (Rp 206,8 triliun) untuk unit bisnis itu. Peningkatannya juga tumbuh dari kuartal sebelumnya yang hanya meningkat 2%.

Pendapatan manajemen pelanggan Alibaba mengalami kenaikan 5% secara tahunan, meningkat dari stagnan yang dialami kuartal sebelumnya.

Bisnis perdagangan internasional Alibaba juga mengalami peningkatan pendapatan hingga 45%. Jumlahnya kali ini menjadi 27,4 miliar yuan atau Rp 60,8 triliun.

Hasil ini terjadi usai janji CEO Eddie Wu awal tahun ini. Saat itu, dia mengatakan akan berupaya menumbuhkan kembali unit e-commerce.

Sementara itu, unit komputasi awan milik perusahaan naik tipis 3% atau menghasilkan 25,6 miliar yuan (Rp 56,8 triliun). Pertumbuhannya sama seperti kuartal sebelumnya.

Meski terjadi peningkatan di beberapa sektor, namun pertumbuhan Alibaba tak semasif para kompetitor. Bahkan, labanya masih merosot 86%.

Pesan Motivasi dari Jack Ma

Sebelumnya, pendiri Alibaba Jack Ma yang kini sudah tak lagi berada di kursi manajemen, sempat memberikan pesan menyentuh untuk menyemangati para karyawan melalui memo internal, pada awal April lalu.

Ia mengatakan bahwa Alibaba telah mengambil "pendekatan bedah untuk menyembuhkan penyakit sebuah perusahaan besar."

Raksasa teknologi China tersebut kala itu mengumumkan penundaan IPO bisnis logistiknya, Cainiao, di Hong Kong.

Sebaliknya, Alibaba berusaha membeli seluruh sisa saham di unit tersebut, yang bertujuan untuk meningkatkan sinergi antara Cainiao dan bisnis e-commerce-nya.

Namun, menurut Ma, Alibaba harus tetap mengutamakan pengalaman pelanggan dibandingkan mengejar pertumbuhan secara membabi buta.

Ma juga mengungkapkan kegembiraannya atas munculnya teknologi AI dan dampaknya terhadap industri e-commerce, dengan menyatakan bahwa "semuanya baru saja dimulai dan kita tepat waktu!"

Memo tersebut mengikuti Joe Tsai, salah satu pendiri Alibaba, yang berbagi sentimen serupa dalam wawancara podcast dengan Nikolai Tangen dari Norges Bank Investment Management. Dalam video tersebut, Tsai disebut telah mengungkapkan kesalahan masa lalu Alibaba dengan sangat terbuka.

"Terima kasih kepada Joe atas keberanian dan rasa tanggung jawabnya. Membuat kesalahan bukanlah hal yang menakutkan; tidak ada yang kebal dari kesalahan. Yang benar-benar menakutkan adalah tidak mengetahui, tidak mengakui, dan tidak mengoreksinya," kata Ma.

Tsai mengatakan dalam wawancara bahwa Alibaba telah lupa siapa pelanggan sebenarnya, yang pada akhirnya memengaruhi harga sahamnya. Saham perusahaan telah turun 77% dari puncaknya pada tahun 2020, kehilangan nilai pasar sebesar US$332 miliar hingga saat ini.

Namun, Tsai, bersama dengan CEO Alibaba Eddie Wu, telah memimpin perubahan yang lebih luas di dalam perusahaan, yang dipuji oleh Ma dalam memonya.

"Jalan reformasi dan inovasi tidak akan pernah disertai dengan tepuk tangan karena kita sedang mengubah kebiasaan buruk dan kepentingan pribadi kita. Jalannya panjang, tapi kita tidak sendirian dalam menempuhnya," kata Ma.

"Di masa depan, kita harus lebih proaktif dan cepat dalam mengubah diri kita sendiri, dan kita memerlukan upaya reformasi yang lebih besar untuk membangun masa depan yang cerah bagi Alibaba".


You Might Also Like