Gus Baha: Hindari Syukuran Mewah, Bahaya di Akhirat
Cilacap - Dalam budaya kita, syukuran sering kali dianggap sebagai momen untuk menunjukkan kebanggaan kepada teman dan tetangga. Namun, Gus Baha, seorang ulama terkemuka, memberikan pandangan yang berbeda mengenai hal ini.
Menurut Gus Baha, menggelar syukuran yang mewah memang tidak dilarang dalam agama, tetapi kita harus ingat bahwa hal tersebut adalah salah satu bentuk kenikmatan duniawi. Kenikmatan ini bisa menjadi bumerang bagi kita di akhirat jika tidak diimbangi dengan kesederhanaan.
Gus Baha mengingatkan bahwa Allah SWT mengkritisi komunitas yang suka bermewah-mewahan. Dalam sebuah tayangan, ia menyatakan, "Allah itu mengkritik satu komunitas, kaum yang zaman di dunia menghabiskan semua kenikmatan." Ini menandakan bahwa kita harus bijak dalam menghabiskan kenikmatan yang diberikan.
Jadi, apa bahayanya jika kita menggelar syukuran yang berlebihan? Gus Baha menjelaskan bahwa bisa jadi jatah kenikmatan kita di akhirat telah kita habiskan di dunia. Dengan kata lain, jika kita terlalu berfoya-foya di dunia, kita mungkin tidak akan mendapatkan apa-apa di akhirat.
Habis Jatah Kenikmatan di Akhirat
"Maka kita gak perlu syukuran besar-besaran, jangan-jangan jatah kita di akhirat kita habiskan di dunia," tegas Gus Baha. Ini adalah pengingat penting untuk kita semua agar tidak terjebak dalam gaya hidup yang berlebihan.
Gus Baha juga mengisahkan tentang kehidupan sederhana Rasulullah SAW. Beliau pernah mengalami masa di mana tidak makan roti, atau dalam konteks kita, tidak makan nasi selama tiga hari. Selama waktu itu, Rasulullah hanya mengandalkan kurma dan air putih.
Ketika sahabatnya mengetahui kondisi tersebut, mereka menyembelih seekor kambing untuk menyambut Nabi. Namun, Nabi hanya makan sedikit dari daging kambing tersebut. Saat ditanya mengapa, Nabi menjawab bahwa setiap kenikmatan di dunia akan dipertanggungjawabkan di akhirat.
Hidup Sederhana Seperti Rasulullah
"Nabi itu hanya makan kurma dan air putih, pernah Nabi enggak makan roti sampai 3 hari," ungkap Gus Baha. Ini menunjukkan bahwa hidup sederhana adalah pilihan yang lebih baik dan lebih bijaksana.
Di akhir cerita, Gus Baha menekankan bahwa kita akan ditanya tentang kenikmatan yang kita nikmati di dunia. Oleh karena itu, mari kita renungkan dan berusaha untuk lebih sederhana dalam setiap perayaan yang kita adakan.
Kesederhanaan dalam syukuran bukan hanya tentang menghemat uang, tetapi juga tentang menjaga nilai-nilai spiritual kita. Dengan menghindari syukuran yang mewah, kita bisa lebih fokus pada makna dari perayaan itu sendiri dan tidak terjebak dalam kesenangan duniawi yang sementara.