Resepsi Pernikahan: Anjuran Syariat atau Tradisi Masyarakat?
Jakarta - Pernikahan dalam perspektif Islam adalah sebuah ibadah yang sangat mulia. Seperti yang disampaikan oleh Rasulullah SAW, menikah berarti menyempurnakan separuh agama. Namun, pertanyaan yang sering muncul adalah, apakah resepsi pernikahan ini lebih mengacu pada anjuran syariat atau sekadar tradisi masyarakat?
Dalam Islam, pernikahan dianggap sah ketika ada ijab dan qabul dari wali dan calon suami. Namun, kadang-kadang, akad nikah saja dirasa kurang cukup. Oleh karena itu, diadakanlah resepsi untuk mengumumkan pernikahan kepada kerabat dan tamu undangan.
Resepsi pernikahan bisa diadakan di rumah pengantin atau menyewa gedung besar dengan berbagai hiasan dan hidangan mewah. Namun, biaya yang tinggi seringkali membuat banyak orang menunda pernikahan mereka untuk mengumpulkan dana yang cukup.
Resepsi Pernikahan dalam Syariat Islam
Dalam syariat Islam, pesta pernikahan dikenal sebagai walimah. Menurut Imam al-Ruyani dalam kitab Baḥru al-Madzhab fī Furū’ al-Madzhab al-Syāfi’iy, terdapat enam jenis walimah yang biasa diadakan. Ini menunjukkan bahwa resepsi pernikahan memiliki dasar yang kuat dalam syariat.
Jenis-jenis walimah tersebut antara lain: walīmatul ursy (pesta pernikahan), walīmatul khurs (pesta kelahiran), walīmatul i’tha (pesta khitan), walīmatul wakīrah (pesta membangun rumah), walīmatun naqī’ah (pesta menyambut tamu), dan walīmatul ma’dabah (pesta tanpa sebab).
Resepsi: Anjuran Syariat yang Tidak Wajib
Walaupun resepsi pernikahan dianjurkan dalam Islam, hukumnya tidak wajib, melainkan hanya sunnah. Syekh Ibnu Qasim dalam kitab Fath al-Qarīb al-Mujīb menjelaskan bahwa walimah al-‘ursy adalah disunnahkan, dan yang dimaksud adalah makanan yang disediakan untuk pesta pernikahan.
Lebih lanjut, beliau menjelaskan bahwa minimal hidangan untuk pesta pernikahan adalah seekor kambing untuk orang kaya, dan sesuatu yang mampu untuk orang miskin. Ini menunjukkan bahwa syariat memberikan fleksibilitas dalam pelaksanaan resepsi pernikahan.
Oleh karena itu, resepsi pernikahan seharusnya tidak menjadi beban. Pesta dapat diadakan secara sederhana sesuai dengan kemampuan, tanpa perlu mengeluarkan biaya yang besar untuk gedung mewah atau hidangan yang mahal.
Keseimbangan antara Syariat dan Tradisi
Dalam merencanakan resepsi pernikahan, penting untuk menemukan keseimbangan antara anjuran syariat dan tradisi masyarakat. Tradisi dapat menambah keunikan dan kekayaan budaya dalam acara, sementara syariat memberikan panduan yang jelas.
Dengan mempertimbangkan kedua aspek ini, resepsi pernikahan dapat berlangsung dengan harmonis dan sesuai dengan nilai-nilai yang diyakini. Jadi, tidak perlu khawatir tentang pelaksanaan resepsi, karena yang terpenting adalah niat dan kesederhanaan dalam menyambut tamu.