Life

Kisah Kiai NU Menghadapi DN Aidit dan Musso: Pertarungan Ideologi

Jakarta - Setiap tanggal 30 September, kita diingatkan pada peristiwa kelam dalam sejarah Indonesia, yaitu Gerakan 30 September atau G30S/PKI. Peristiwa ini menandai pembunuhan tujuh Pahlawan Revolusi, termasuk enam jenderal dan satu perwira, yang kemudian dimasukkan ke dalam sumur tua yang dikenal sebagai Lubang Buaya di Jakarta Timur.

Menurut Hairul Amren Samosir dalam bukunya Pancasila (2023), siapa yang sebenarnya menjadi dalang di balik G30S masih menjadi perdebatan di kalangan akademisi. Namun, banyak yang sepakat bahwa Partai Komunis Indonesia (PKI) di bawah kepemimpinan DN Aidit adalah aktor utama dalam peristiwa tersebut, dengan tujuan mengganti ideologi negara Pancasila menjadi komunis.

Namun, jika kita menelusuri lebih dalam, kekejaman PKI tidak hanya terjadi pada tahun 1965. Sebelumnya, pada 18 September 1948, PKI juga melakukan pemberontakan di Madiun, yang dipimpin oleh Musso. Dalam konteks ini, kisah menarik muncul ketika dua tokoh PKI tersebut berhadapan langsung dengan kiai Nahdlatul Ulama (NU).

Kisah DN Aidit Kena Sekakmat Kiai Saifuddin Zuhri

Mengutip dari laman resmi GP Ansor PAC Karanganyar Demak, DN Aidit pernah mengalami momen memalukan ketika ia berhadapan dengan Kiai NU KH Saifuddin Zuhri, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Agama RI. Dalam sebuah sidang DPA, Aidit dengan nada sindiran bertanya tentang hukum memakan daging tikus dalam Islam, yang jelas-jelas merupakan tantangan bagi Kiai Saifuddin.

“Saudara ketua, baiklah kiranya ditanyakan kepada Menteri Agama yang duduk di sebelah kanan saya ini, bagaimana hukumnya menurut agama Islam memakan daging tikus?” tanyanya dengan nada mengejek.

Namun, Kiai Saifuddin tidak tinggal diam. Ia menjawab dengan cerdik, “Saudara ketua, tolong beritahukan kepada si penanya di sebelah kiriku ini bahwa aku ini sedang berjuang agar rakyat mampu makan ayam goreng, karena itu jangan dibelokkan untuk makan daging tikus!”

Jawaban Kiai Saifuddin membuat seluruh anggota sidang, termasuk Soekarno yang memimpin, tertawa terbahak-bahak. Aidit pun hanya bisa terdiam, tak mampu membalas sindiran cerdas tersebut.

Debat Musso dengan Kiai Abdul Wahab Hasbullah

Selanjutnya, ada kisah menarik lainnya tentang Musso, yang terlibat dalam pemberontakan Madiun 1948. Musso, yang dikenal sebagai seorang ateis, pernah berdebat dengan KH Abdul Wahab Hasbullah mengenai keberadaan Tuhan. Perdebatan ini semakin memanas karena Musso yang emosional dan keras kepala.

Orang-orang yang menyaksikan perdebatan tersebut merasa khawatir akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Mbah Wahab, yang dikenal sebagai sosok yang bijaksana, merasa tidak ada gunanya melanjutkan diskusi dengan Musso yang dianggap ‘orang jahil’.

Bukan karena Mbah Wahab takut, melainkan ia merasa bahwa adu jotos bukanlah cara yang tepat untuk menyelesaikan perdebatan. Ia lebih memilih menggunakan akal dan akhlak mulia sebagai senjata utama.

Akhirnya, Haji Hasan Gipo, seorang tokoh NU yang dikenal berani, mengambil alih perdebatan dengan Musso. Ia menantang Musso untuk meletakkan leher mereka di atas rel kereta api Surabaya-Batavia, sebagai bukti bahwa Tuhan itu ada.

Namun, tantangan tersebut membuat Musso gentar. Ia takut jika lehernya benar-benar tergilas oleh kereta api. Kisah ini menunjukkan betapa kuatnya argumen Kiai NU dalam menghadapi ideologi komunis yang dibawa oleh PKI.

Dengan demikian, kisah Kiai NU menghadapi DN Aidit dan Musso bukan hanya sekadar cerita, tetapi juga merupakan gambaran nyata dari pertarungan ideologi yang terjadi di Indonesia pada masa itu. Kiai NU berusaha melindungi nilai-nilai Pancasila dan agama dari pengaruh komunis yang merusak.