Life

Hikmah Dilarangnya Judi Online dalam Islam: 5 Manfaat yang Perlu Diketahui

Perkembangan teknologi saat ini telah membawa perubahan yang sangat signifikan bagi aktivitas kehidupan masyarakat. Salah satunya adalah bisa memberikan kemudahan dalam mengakses berbagai aktivitas secara online. Kecanggihan teknologi mampu memberikan peluang besar bagi setiap orang untuk berdakwah, mengajak kebaikan, menyebarkan ilmu, dan lainnya. Namun beberapa orang justru tidak memanfaatkan kecanggihan ini untuk hal positif. Mereka justru memanfaatkannya untuk melakukan berbagai praktik-praktik yang dilarang agama, sebut saja misal di antaranya adalah judi online.


Dalam Islam, praktik judi dengan bentuk apa pun tidak dibenarkan sama sekali; baik secara online maupun secara offline. Larangan ini sebagaimana telah ditegaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah, Allah swt berfirman:


يَسْأَلونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا


Artinya: “Mereka menanyakan kepadaMu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, ‘Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya.” (QS Al-Baqarah, [2]: 219).


Merujuk penjelasan Syekh Wahbah bin Musthafa az-Zuhaili, pada ayat di atas, Allah swt sebenarnya menyinggung bahwa praktik perjudian sebenarnya memiliki manfaat, misal di antaranya adalah berpotensi menguntungkan pemainnya dan bisa mendapatkan harta yang banyak tanpa harus susah payah. Akan tetapi Allah juga menegaskan bahwa bahaya yang ditimbulkan lebih besar dari manfaat yang akan didapatkan.


Salah satu bahayanya adalah akan menyebabkan banyak kerugian bagi mereka yang kalah, menimbulkan permusuhan, hingga terjadinya percekcokan antar orang-orang yang terlibat di dalamnya, dan yang paling besar tentu adalah akan mendapatkan dosa dan siksa yang sangat pedih. (Syekh Wahbah Zuhaili, Tafsir al-Munir fil Aqidah was Syari’ah wal Manhaj, [Damskus: Darul Fikr, 1418], juz II, halaman 269).


Syekh Syihabuddin al-Alusi menjelaskan bahwa diturunkannya ayat ini bertepatan ketika Rasulullah saw mendatangi kota Madinah. Saat itu, khamar dan judi belum diharamkan dalam Islam. Sesampainya di Madinah, banyak para sahabat yang sedang melakukan praktik judi dan bermabuk-mabukan. Kemudian mereka bertanya, “Jelaskan kepada kami hukum khamar dan judi. Karena keduanya menghilangkan akal (mabuk) dan merusak harta.” Kemudian Allah menurunkan ayat ini. (Syekh al-Alusi, Ruhul Ma’ani fi Tafsiril Qur’anil Azhim, [Beirut: Darul Ihya, tt], juz II, halaman 240).


Selain ayat di atas, larangan tentang judi juga ditegaskan dalam surat Al-Ma’idah, Allah swt berfirman:


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنصَابُ وَالأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ


Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban) untuk berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.” (QS Al-Ma’idah, [5]: 90).


Dari dua ayat di atas, maka sudah sangat jelas bahwa larangan judi dalam Islam memiliki landasan hukum yang kuat, dan tentunya juga terdapat hikmah di balik larangan tersebut. Berikut beberapa hikmah yang disebutkan oleh para ulama perihal alasan diharamkannya judi:


1. Menyebabkan Permusuhan

Hikmah pertama di balik keharaman judi adalah akan menjadi penyebab permusuhan antar sesama. Sebab, praktik perjudian seringkali memicu konflik, perselisihan, dan permusuhan di antara individu atau kelompok yang terlibat. Hal ini disebabkan oleh sifat persaingan, ketidakadilan, dan ketegangan yang sering muncul dalam lingkungan di mana judi terjadi. Dan judi ini merupakan salah satu upaya setan untuk menciptakan permusuhan antar manusia, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an:


إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَن يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاء فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَن ذِكْرِ اللّهِ وَعَنِ الصَّلاَةِ فَهَلْ أَنتُم مُّنتَهُونَ


Artinya: “Dengan minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu, dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan shalat, maka tidakkah kamu mau berhenti?” (QS Al-Ma’idah, [5]: 91).


2. Memakan Harta dengan Cara yang Batil

Hikmah kedua di balik larangan perjudian adalah bahwa pemenang yang terlibat dalam praktik judi akan memperoleh harta yang batil atau tidak sah. Dalam praktiknya, harta yang didapatkan oleh pemenang berasal dari hasil taruhan, yang sebagian besar diperoleh secara tidak adil, merugikan pihak lain, dan tentu tidak sesuai dengan prinsip keadilan. Berkaitan dengan hal ini, Imam Nawawi dalam kitabnya menyebutkan:


وَاِنَّمَا حَرَّمَ اللهُ الْمَيْسِرَ مِنْ أَجْلِ أَنَّهُ أَكَلَ لِلْمَالِ بِغَيْرِ حَقٍّ مَعَ كَوْنِهِ يُوْرِثُ الْعَدَاوَةَ وَالْبُغْضَاءَ


Artinya: “Sungguh Allah telah mengharamkan judi karena ia (pemenang) akan memakan dari hasil harta yang tidak benar, serta judi juga menjadi penyebab permusuhan dan kebencian.” (Imam Nawawi, Majmu’ Syarhil Muhadzab, [Maktabah al-Irsyad: tt], juz XIII, halaman 102).


Hikmah di atas berlandaskan salah satu firman Allah swt dalam Al-Qur’an, yaitu:


وَلا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقاً مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالأِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ


Artinya: “Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS Al-Baqarah, [2]: 188).


3. Manusia Diciptakan untuk Bekerja bukan Menikmati Hasil Instan

Hikmah ketiga diharamkannya judi adalah karena manusia pada seyogyanya diciptakan untuk bekerja, berusaha, dan bersusah payah untuk mencari nafkah. Dari hasil pekerjaan itulah kemudian ia bisa menikmati hasilnya. Maka tentu, perjudian tidak selaras dengan hal ini, karena hasil keuntungan judi tidak dari hasil bekerja, keuntungannya pun masih dalam angan-angan dan sebatas khayalan. Syekh Ali Ahmad Al-Jurjawi dalam kitabnya mengatakan:


اَلْاِنْسَانُ اِنَّمَا خُلِقَ لَيَعْمَلَ وَيَكَدَّ، وَالْمَقَامِرُ لَيْسَ فِي ذَلِكَ مِنْ شَيْءٍ لِأَنَّهُ يَعْتَمِدُ فِي كَسْبِهِ عَلىَ الْأَوْهَامِ وَيَطْلُبُ الرِّزْقَ مِنْ بَابِ الْخَيَالِ


Artinya: “Sesungguhnya manusia itu diciptakan untuk bekerja dan berusaha, sedangkan spekulasi sama sekali tidak ada hal itu (bekerja dan berusaha), karena ia dalam mencari nafkah berpedoman pada angan-angan, dan mencari rezeki dengan cara khayalan.” (Syekh Ali al-Jurjawi, Hikmatut Tasyri’ wa Falsafatuh, [Beirut, Darul Fikr: tt], juz II, halaman 93).


4. Judi Ada di antara Untung dan Rugi

Hikmah keempat di balik keharaman judi adalah karena pihak-pihak yang terlibat dan praktik perjudian berada di antara dua hal, yaitu untung dan rugi. Orang yang untung akan tamak (rakus) dalam urusan harta, sehingga dia akan terus bermain judi. Sementara orang yang rugi, dia juga akan terus-menerus bermain judi, dengan harapan modal yang telah hilang darinya akan kembali. Dengan hal ini, maka setiap orang yang sudah nyaman dengan judi, akan enggan untuk bekerja, sehingga dunia akan mendapatkan musibah dan kehancuran,


وَاِذَا كَانَ الْأَمْرُ كَذَلِكَ، وَاشْتَغَلَ النَّاسُ بِالْمَقَامِرِ وَامْتَنَعَ كُلُّ وَاحِدٍ يُقَامِرُ عَنْ الْعَمَلِ، حَلَّ بِالْعَالَمِ الْوَبَالُ وَالنَّكَالِ


Artinya: “Ketika (praktik perjudian) sudah seperti itu, di mana manusia sibuk dengan spekulasi, sehingga masing-masing darinya yang bermain spekulasi terhalang untuk bekerja, maka dunia akan mengalami malapetaka dan siksa.” (Syekh Ali al-Jurjawi, Hikmatut Tasyri’ wa Falsafatuh, [Beirut, Darul Fikr: tt], juz II, halaman 94).


5. Penjudi Berpotensi menjadi Maling

Hikmah yang kelima tidak diperbolehkannya perjudian dalam Islam adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh Syekh Ali Ahmad al-Jurjawi adalah karena ketika orang-orang yang sudah terbiasa bermain judi, kemudian ia selalu meraih kesialan atau rugi dalam permainan tersebut hingga semua hartanya habis, maka akan berpotensi besar ia akan melakukan tindakan-tindakan negatif lainnya seperti mencuri, mencopet, merampok dan lain sebagainya. Karena itu, Islam melarangnya, agar hal-hal seperti ini tidak lagi terjadi.


Sehingga dapat disimpulkan bahwa Islam hendak mencegah terjadi konflik, permusuhan antar sesama, memakan harta dengan cara yang batil, kerugian, terjerumus menjadi pencuri dan lain sebagainya yang ditimbulkan gara-gara perjudian atau spekulasi. Judi online tidak hanya menimbulkan mafsadah pada diri sendiri, namun juga kepada banyak pihak. Wallahu a’lam.


Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop Bangkalan Jawa Timur.