Panggilan Haji UAH Bukan Gelar, Ini Maksudnya
Kebiasaan memberikan gelar 'Haji' atau 'Hajjah' kepada seseorang setelah menunaikan ibadah haji merupakan fenomena sosial yang umum terjadi di masyarakat Muslim Indonesia. Gelar ini sering kali diberikan sebagai tanda penghargaan atau sebagai bentuk penghormatan terhadap orang yang telah menunaikan salah satu rukun Islam tersebut.
Bagi sebagian orang, panggilan 'Pak Haji' dianggap sebagai bentuk prestise atau status sosial yang dihargai, sehingga tidak jarang ada yang merasa tersinggung jika tidak dipanggil dengan gelar tersebut setelah kembali dari tanah suci.
Dalam sebuah ceramah, Ustadz Adi Hidayat (UAH) mengklarifikasi makna sebenarnya di balik panggilan 'Haji' atau 'Hajjah'. Menurutnya, panggilan tersebut bukanlah sebuah gelar kehormatan, melainkan sebuah pengingat bagi mereka yang telah menunaikan ibadah haji.
Ia menekankan bahwa panggilan tersebut mengandung pesan moral yang penting. Ketika seseorang dipanggil dengan sebutan 'Haji' atau 'Hajah', sebenarnya mereka diingatkan untuk menjaga kemabruran hajinya. Hal ini menunjukkan bahwa tanggung jawab moral seorang haji sangat besar.
Ustadz Adi Hidayat menjelaskan lebih lanjut bahwa ketika seseorang dipanggil 'Pak Haji Adi', maksudnya adalah agar orang tersebut selalu menjaga kemabruran hajinya. Jadi kalau dipanggil Pak Haji Adi, maksudnya pak, bapak sudah haji, jaga ya, jangan sampai mabrurnya hilang lagi. Begitu juga dengan panggilan untuk perempuan yang telah menunaikan haji. Ibu Hajah Hasanah, misalnya, dipanggil Bu Hajah itu bukan ingin memberikan gelar. Ibu sudah haji, jangan sampai lelah yang telah didapati, kebaikan yang telah diraih gugur lagi dengan perilaku yang menyimpang yang telah diistighfari ketika haji.
UAH kembali menekankan bahwa makna mendalam dari panggilan 'Haji' dan 'Hajah' adalah untuk memastikan bahwa mereka yang telah menunaikan ibadah haji tidak kembali kepada perilaku buruk yang telah mereka tinggalkan. Lebih jauh, UAH menjelaskan bahwa ibadah haji adalah proses spiritual yang mendalam dan penuh makna. Oleh karena itu, panggilan 'Haji' dan 'Hajah' seharusnya menjadi pengingat terus-menerus akan komitmen mereka untuk menjalani kehidupan yang lebih baik setelah kembali dari Mekkah.
Dalam ceramahnya, UAH juga menyoroti bahwa seringkali masyarakat menganggap panggilan 'Haji' dan 'Hajah' sebagai tanda status sosial. Padahal, yang lebih penting adalah esensi dari panggilan tersebut. Ini bukan soal status, tapi soal tanggung jawab spiritual. Ia juga mengingatkan bahwa setiap Muslim yang telah menunaikan haji harus berusaha menjaga kualitas ibadah dan perilaku sehari-hari mereka. Jangan sampai kebaikan yang telah diraih selama haji hilang begitu saja karena kita kembali ke kebiasaan buruk. UAH mengakhiri ceramahnya dengan pesan yang kuat agar setiap Muslim yang telah berhaji selalu introspeksi dan menjaga kemabruran haji mereka. Semoga setiap panggilan Haji dan Hajah menjadi pengingat bagi kita untuk selalu berbuat baik dan menjaga diri dari perbuatan dosa.