Prabowo Subianto Diharapkan Memimpin dengan Fokus pada Ekonomi Eksploitatif
Jakarta - Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid pesimis terhadap kepemimpinan Prabowo Subianto sebagai presiden pada Oktober mendatang. Dia justru menduga, pasangan Prabowo-Gibran Rakabuming Raka akan mengutamakan kemajuan ekonomi yang eksploitatif.
Hal itu bisa terlihat dari inisiatif besar pada investasi utang seperti kereta cepat Whoosh, pengembangan industri nikel di Halmahera, dan industri nikel di Morowali, kata Usman dalam sebuah diskusi di Jakarta pada Rabu, 29 Mei 2024. Menurut dia, proyek-proyek raksasa yang dirintis Presiden Joko Widodo itu tak bisa dihentikan begitu saja. Karena telah melalui proses kontrak yang besar.
Kekhawatiran muncul lantaran Prabowo memiliki ambisi besar, yakni meningkatkan ekonomi nasional hingga mencapai 8 persen dalam setahun. Hal itu sempat dilontarkan Prabowo ketika berbicara dalam Qatar Economic Forum pada Rabu, 15 Mei lalu. Target ambisius ini diperkirakan bakal mengorbankan banyak hal, terutama sumber daya alam dan ruang hidup masyarakat.
Imbasnya, Usman memprediksi tidak akan ada keadilan ekologis dalam kepemimpinan Prabowo. Padahal keadilan ekologis sangat dibutuhkan di tengah banyaknya kasus konflik agraria dan ekspansi korporasi raksasa yang merampas ruang hidup masyarakat.
Sikap pesimis Usman makin terpupuk lantaran berkaca dari perjalanan hidup Ketua Umum Partai Gerindra tersebut. Purnawirawan militer itu disebut tumbuh dari keluarga kaya raya dengan bisnis utama yang mengeksploitasi sumber daya alam. Bisnisnya, antara lain industri kayu dan penguasaan konsesi. Meskipun Prabowo pernah berjanji dalam kepemimpinannya akan menjaga kekayaan alam.
Dia menganjurkan agar masyarakat bersama gerakan oposisi pemerintah bekerja secara efektif untuk melakukan pengawasan. "Masyarakat sipil harus memikirkan membangun mekanisme kontrol yang kuat kepada kepemimpinan Prabowo-Gibran dalam lima tahun ke depan. Kalau nggak ada kekuatan kontrol yang kuat, potensi besar menuju eksploitasi lebih besar akan terus terjadi."
Terlebih jika berkaca pada infrastruktur hukum yang sudah dibuat untuk mengakomodasi praktik eksploitasi sumber daya alam. Di antaranya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. "Ditambah ada lagi peraturan setingkat menteri dan turunannya. Bahkan konsesi dari kemmenterian investasi kepada organisasi kemasyarakat untuk mendapatkan izin usaha pertambangan," ucap Usman.
Dosen Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera Asfinawati menyebutkan adanya potensi konflik agraria yang berpeluang makin membesar pada era pemerintahan Prabowo. Ditandai adanya rencana mengubah undang-undang kepolisian. "Kalau itu jadi, akan gampang bagi kepolisian menyadap, memperlambat koneksi internet, dan ini akan memberangus masyarakat," ucap Asfinawati.
IRSYAN HASYIM
Baca Juga: Politik Perusakan Lingkungan